Friday 9 November 2018

Tun Mahathir M. : Harap-harap Cemas


Konflik yang berpanjangan di Patani bukan suatu ciptaan untuk mendapat segelintir kekuasaan semata, namum perjuangan Patani sangat mendalam pada akar sejerahnya, lahir suatu perjuangan juga bukan hal yang biasa dan mudah dilakukan dengan sembarangan siapa saja yang menghendakinya, karena proses sebuah perjuangan yang kekal berkepanjangan ini tentu ada asas pendirian dan faktor lahirnya, serta alasan yang kuat dan berideologi yang lebih dari cukup untuk memadai suatu perjuangan, sehingga perjuangan Patani dapat bertahan sampai hari ini.

Perjuangan Patani bukanlah suatu perjuangan yang mementingkan suatu kepentingan dari suatu kelompok manusia sahaja, bukan juga perjuangan yang hanya mewujudkan keganasan dengan tujuan untuk mengacaukan stabilitas keamanan dunia.

Perjuangan Patani merupakan perjuangan yang murni demi untuk menciptakan “kedamaian” yang hakiki. Kedamaian yang menghormati dan menghargai hak dan martabat kemanusiaan.

Perjuangan kedamaian untuk bangsa Melayu di Patani mendapatkan kebebasan dari sistem penjajahan yang dilakukan penguasa asing dengan terrencana, kedamaian yang mewujud keadilan bagi masyarakat di Patani dengan menjunjung tinggi nilai-nilai, hak dan marwah bangsa sejak tahun 1785 telah dihina oleh bangsa penjajah Siam.

 Maka inilah yang di sebut perjuangan Patani, adalah perjuangan murni untuk kedamaian. Perjuangan murni dari sebuah bangsa yang tertindas, perjuangan pembebasan demi kehormatan, perjuangan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, perjuangan yang mengangkat darajat bangsa yang selama ini dihilang dan dihina oleh bangsa diluar keturunan nenek moyang Patani.

Selama ini usaha penyelesaian konflik di Patani oleh pemerintah Thailand dengan berbagai daya upaya melalui berbagai pihak, berbagai cara untuk menghentikan tindakkan kemilitiran sehingga lahirnya beberapa kali sudah yang dinamakan proses perundingan, mulai dari Proses Langkawi, Proses Bogor, Proses Geneva, Inisiative OIC dan Proses KL kesemuanya demi untuk mencapai perdamaian dibawah penjajahan Siam sehingga semua proses tersebut belum membuahkan hasil, karena tidak mempertimbangkan faktor konflik yang terjadi, serta membiarkan/menyingkirkan faktor utama dalam konflik dan lebih menggutamakan tujuan dan kepentingan sehingga membiarkan standarisasi sebuah “Proses Rundingan” sehingga setiap proses yang dilakukan belum memberi hasil serta acap kali menemu jalan buntu.

Kunjungan resmi pertama kali ke Bangkok oleh Tun Mahathir setelah menjabat sebagai perdana menteri kali kedua, adakah menjadi tolak ukur sebuah proses baru atau hanya semata ikut apa yang telah dilakukan oleh PM Malaysia sebelumnya.

Di bawah pentadbiran baru Malaysia Tun Mahathir telah menggantikan fasilitator rundingan Dato’ Ahmad Zamzamin Hashim, bekas pegawai perisikan kanan, diganti dengan Tan Sri Abdul Rahim Mohd. Noor.

Sebelum kunjungan Tun Mahthir ke Thailand, BRN ikut memberi argumen pengting sebagai sikap BRN tentang pendiriannya dalam hal rundingan, yang seharusnya berlansung. Mengikut norma-norma antara bangsa sebagai anjuran tindak lanjut proses perundingan BRN-Thailan.

Rundingan KL 28 fab. 2013 sebelum ini yang dipimpin oleh Datok Zamzamin sebagai fasilitator, memakan waktu lebih dari 5 tahun belum nampak haluan yang terarah dalam mengentas masalah konflik di Patani.

Namun apakah Tan Sri Abdul Rahim Mohd. Noor, kalau masih menggunakan proses dan metoda yang sama dalam menentukan langkah-langkahnya, mungkin akan mengalami nasib yang sama.

Walau bagaimanapun rakyat Patani masih menaruh harapan yang besar, sepaya dapat menjalankan tugas ini dengan sempurna, tanpa mengurangi hak-hak mereka dan dapat memenuhi aspirasi dan keinginannya, menuju perdamaian yang hakiki, tanpa merugikan mana-mana pehak.

No comments:

Post a Comment