Organisasi ASEAN merupakan wadah kedamaian negara-negara
ASEAN yang bergelutan, sebagai wujud peperangan dua ideology, komunisma dan
kapitalisma barat.
Semenjak ASEAN dianggotai oleh lima negara Asia Tenggara;
Thailand, Philipina, Malaysia, Singpura dan Indonesia, ASEAN berhasil
mengurangi ketegangan antara mereka dengan adanya Deklarasi Kuala lumpur pada
tanggal 27 November 1971 (ZOPFAN/ Zona Pardamaian,
Kebebasan dan Netralitas) Selain sebuah pernyataan
tentang tidak mempergunakan kekerasan dan akan menempuh jalan damai dalam
menyelesaikan konflik antara mereka,
ASEAN juga telah berhasil membentuk
norma-norma lain setelah organisasi ASEAN dianggotai oleh semua negara Asia
Tenggra. Norma-norma dalam regionalnya antara lain “tidak mencampuri politik
dalaman sesebuah negara anggota”.
Oleh karena ada diantara negera anggota ASEAN yang
merupakan negara imperialisma dan kolonialisma, seperti negara Thailand sebagai
penjajah wilayah negara Patani di selatan, maka dampak keburukan norma ASEAN
tentang tidak mencampuri dalaman politik negara anggota, sangat ketara.
Contoh konkrit adalah tindakan-tindakan Thailand atas
bangsa Melayu dan wilayah mereka (Patani Darussalam).
Dengan alat norma politik
ASEAN - Thaialand berkesempatan menggunakan tindakan sistem dan dasar
penjajahannya dan penduduk pribumi Patani telah hancur musnah norma-norma
kemurnian Islam, kebudayaan, social ekonomi, politik dan sebagainya.
• Chularajmonteri, bandan sistem control kegiatan agama
Islam hingga ke masjid agar membatasi amalan sekedar rukun Islam yang lima dan
serta menjaga keamanan penjajah Thai di Patani dengan metode nasihat agama
kepada rakyat bangsa Muslim Melayu.
• Undang-undang budaya Budha dan pendidikan Siam,
merupakan perlembagaan pengajaran dan pembelajaran agar falsafah “tuhan raja
(kha warat Bhudha cau), agama Budha, dan bangsa Siam” menjadi daya serap, daya
control dan daya pengajaran dalam segala bidang kehidupan negara Thai,
• Oleh karena wilayahwilayah Patani Darussalam telah dicampluk kedalam konstitusi undang-undang Thailand, maka penjajah Thailand secara sungguh-sungguh menerapkan falsafah tersebut agar negara Patani menajdi selatan milik Thailand, bangsa Melayu menjadi bangsa Thai (San Chat Thai), dan umat Islam Melayu Patani menjadi Thai Muslim (prakchachum Thai Muslim).
• Agar bangsa Melayu Patani lebih tunduk dan patuh, maka
sekarang penjajah Thailand menggunakan dasar penjajahan “devide in rule” yang
sangat berkesan disemua segi kehidupan bangsa Melayu di Patani. antara lain
adalah:
a) Pusat Pentadbiran empat wilayah Selatan (So.Oor. Bor.Tor./SBPAC)
di wilayah Jala, sebagai lembaga yang berkedukan di bawah 16 unit kerajaan dan
menteri sebagai badan khas untuk ketahanan jajahan wilayah-wilayah Patani.
b) Dari pusat pentadbiran tersebut, secara oprasional
menjalankan sistem-sistem pecah dan kawal muslim Melayu Patani. seperti pecah
fahaman-fahaman agama, yang pada awalnya fahaman Ahlussunah Waljama’ah sebagai
anutan satu-satunya oleh masyarakat Patani.
c )Namun, oleh sebab ulama tua tidak berdaya, yang
baharu-baharu dan intelektual Muslim Melayu telah terpedaya dengan sistem umpan
dari pihak Thailand, maka keseluruhan nilai murni kehidupan di Patani musnah
dan binasa.
Kesimpulannya, dampak keburukan norma politik ASEAN
tentang “tidak mencampuri politik dalaman negara anggoa ASEAN” penjajah Thailand
berhasil mempurakpurandakan bangsa Melayu dan wilayah Patani Darussalam secara
leluasa dan bebas tanpa terganggu dengan kehebatan mana-mana negara, sekalipun
negara Melayu yang disebut-sebut oleh rumpun nusantara dan tanah Melayu.
Akibat kesempatan dalam
mencelahi norma ASEAN itu, maka dengan habis-habisan Thailand melakukan
penekanan kebebasan syari’at Islam di Patani, menekan kebebasan berbangsa
Melayu Patani, menekan kebebasan autonumi hak pertuanan wilayah Melayu Patani,
mengeksploitirkan mas, pitrol, gas, tembaga, bijih besi dan lain-lainnya.
Lebih dari itu, penjajah Thailand mengkhianati tanah
lahan persawahan dengan cara penggalian tali air/Chol Pratan (bukan memproses
irigasi air untuk bercocok tanam).
Akhirnya, bangsa Patani menjadi golongan melarat, peminta
sadekah di negeri sendiri, tidak berpendidikan tinggi dan merana di Malaysia,
menjadi koli/hamba jajahan Thailand di Patani dan mabuk, membunuh, mangsa
terbunuh harian, serta ada yang menderita di perantauan Malaysia.
Semoga dengan norma-norma politik ASEAN pula akan menemu
suatu alternative baru bagi menyelesaikan masalah bangsa Melayu Patani, bebas
mandiri dan menentukan nasibnya sendiri di wilayah Patani Darussalam.
No comments:
Post a Comment