Konflik yang berpanjangan di Patani adalah merupakan retetan sejarah yang
cukup panjang, usaha dalam
penyelesainya tak mudah
seperti apa yang sebahagian
orang pikirkan, kerana akar
sejarahnya; berkaitan dengan
hak pertuanan bangsa, harga
diri suatu bangsa yang ingin
hidup layak sesuai dengan
harkat dan martabat bangsanya, dan dapat hidup sejajar
dengan bangsa-bangsa lain di
dunia, dapat mengatur hidupnya sesuai dengan budaya, adat
istiadat dan kepercayaannya,
selaras dengan piagam PBB,
antara lain : “Setiap bangsa
berhak untuk menentukan
nasib bangsanya sendiri”.
Ini
suatu dasar hidup bersama
yang sangat penting.
Penjajahan, penindasan
dan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM), merupakan
kejahatan yang mesti di hapus,
kerana tidak sesuai dengan
perkembangan zaman dan
cara hidup di abad modern,
yang menjunjung tinggi nilainilai democratic berpaliment,
segala sesuatu diputuskan
dengan cara bermesyuarat.
Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami bangsa Melayu Patani di bumi yang
subur dan kaya raya (gemah
ripah loh jenawi) selama ini,
diakibatkan oleh penjajahan
Siam, tak dapat dibayangkan.
Bahkan sebaliknya, kerajaan
Siam/Thai menuduh orang
Melayu Patani sebagai teroris
dan radikalis yang harus diberantas, seperti yang dibeber-beberkan oleh Jeneral Wichai
ke PBNU di Indonesia. Pada
hal siapakah yang membantai
rakyat Patani, baik di Takbai,
di Kerisek, dan lain-lain.
Penembakan rambang terhadap
rakyat yang tak bersalah dan
pelnggaran HAM di Patani, itu
semua adalah ulah perbuatan
militer, polis dan kaki tangan
paramilitery penjajah Siam.
Penderitaan itu semua adalah
ulah Penjajah Siam yang kejam, kata orang “Siam Perut
Hijau”.
Perjuangan bangsa
Melayu Patani adalah untuk mengembalikan Patani
kepangkuan bangsanya. Perjuang rakyat Patani bukan perjuangan untuk membelah bagi
Negara Thai/Siam, akan tetapi
perjuangan rakyat bangsa
Melayu untuk mengebalikan
han pertuanan Bangsa, yang
sesuai dengan hukum dan
norma-norma antara bangsa, dalam menentukan nasib
bangsanya sendiri, mengurus
dan mentadbirkan sendiri dan
pengembalikan kepada rakyat
Patani secara demokratis.
Dalam kontek konflik
yang dialami oleh bangsa
Patani saat ini, rundingan
merupakan suatu solusi, dalam mencari perdamaian,
semoga dengannya dapat
jawaban yang jelas dari konflik yang berabad-abad ini.
Perdamaian yang diharapkan
dan dipahami adalah suatu
kondisi tidak adanya perang
dan tidak adanya kekerasan.
Perdamaian selain merupakan
sebuah keadaan di tempat
konflik, juga merupakan suatu
proses tanpa kekerasan atau
paksaan. Pemahaman tentang kekerasan atau paksaan,
adalah mengenai hak-hak
asasi dan martabat peribadi
manusia. Perjuangan atas hak
hidup sebagai hak yang paling
asasi dipandang sebagai reaksi
atau protes atas pengalaman penderitaan rakyat Patani.
Penganlaman penderitaan itu,
diakibatkan oleh penindasan
yang disertai oleh kekerasan
dan perlakuan dari struktur
yang tidak adil, seperti undang-undang darurat militer
dan lain bebagainya yang
merupakan pelanggaran hak
asasi manusia.
Perdamaian tidak terhenti disitu, malah perdamaian lebih jauh dari itu,
ia mengandung kebebasan,
keadilan dan kesejahteraan.
Bagi bangsa Patani ia bebas untuk mentadbir urusan
kepemerintahannya sendiri,
membuat dan mengamalkan
undang-undang sesuai dengan
keparcayaan dan keperluannya, yang tidak melanggar
hak-hak asasi manusia, dan
mengatur urus kekayaan alam
dan perekonomiannya, agar
benar-benar kesejahteraan itu
dapat dinikmati dan dikembalikan kepada rakyatnya.
Terciptanya kondisi damai, aman
dan sejahtera dan bahkan tidak
adanya pelanggaran-pelanggara hak-hak asasi manusia.
Damai tidak akan wujud kalau
tidak adanya rasa aman, aman
itu suatu kondisi yang tidak
dihimpit oleh keadaan cemas
dan takut, serta mendapat suatu jaminan akan keselamatan,
kesejahteraan dan perlakuan
yang adil.
Membangun kedamaian
bukalah utopia atau angan-angan, bukan juga cita-cita yang
tak dapat dicapai dan bukan
impian yang tak dapat dilestarikan, jika semua pihak
jujur dan ikhlas untuk sebuah
perdamaian yang abadi dan
hakiki.
No comments:
Post a Comment