Monday 9 July 2018

Pelanggaran HAM dan Yurisprudensi Jihad


Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM), yang cukup ketara sekarang adalah pelanggaran yang dilakukan oleh Israel, pelanggaran di Myamar, dan pelanggaran di Thailand.

Adapun pelanggaran HAM oleh Israel di Palestina dan Myamar di Arakhan (Rohingya) adalah sangat jelas di muka dunia.

Akan tetapi, pelanggaran HAM oleh Thailand di wilayah bangsa Melayu, Patani tidak diketahui oleh kebanyakan masyarakat dunia. Walhal, pelanggaran tersebut amat dahsyat, tersembunyi dan berulang-ulang.

Pelanggaran HAM oleh pemerintah Thailand terhadap bangsa Melayu di Patani, mulai semenjak kempin pencerubuhannya atas negara Patani tahun 1785 hingga kini tahun 2018. 

Yang paling dahsyat adalah kempin kekerasan tentara dan penghapusan etnik Melayu dengan halusi (tersembunyi). 

Kempin kekerasan Thailand atas bangsa Melayu Patani, dasar pokoknya dengan melalui taktik adu-domba. Di mana masyarakat bangsa Melayu dikelompoknya kepada jenis-jenis mabuk yang dibekali bahan-bahan mabuk tersebut oleh berbagai pihak, tentara, polisi dan orang awam Thailand. 

Dengan berlatar belakang 80-90 % remaja, pemuda-mudi, dan orang mabuk yang bergerak aktif disemua sudut wilayah masyarakat Melayu, maka secara psikologis, terdorong rasa ketakutan, kebimbangan, dan kenyataan pencurian telah mewujudkan rasa lebih sentiment dalam hubungan sesama masyarakat kampung.

Itulah motif Thailand memprogram memabukan (Dadah atau Narkoba) di Patani. 

Selagi pemuda dan pemudi yang tidak tercadu selama itulah dianggap belum berhasil. Bertolak dari tersusunnya kelompok-kelompok bermacam mabuk yang dipimpin, baik oleh tentara, oleh polisi dan oleh kumpulan samseng lindungan pemerintah Thailand, maupun oleh kelompok mendiri disetiap kampung, maka Thailand membentuk penembak gelap diantara mereka, yang disebutnya; “Ngu Tik/ ular penggigit”. 

Yang paling halus lagi dalam hubungan taktik patukan ular ialah “Engeng Yawya/ bajek duit harga mayat”. Jadi, dengan perencanaan yang matang dan jahat, Thailand telah dan sedang melakukan kempin “Melayu Islam Patani pecah-belah, remaja pemuda mabuk, intelektual makan gaji upahan kerja jajah, mengguna kan UU 44 tentang kesewenang-wenangan pihak keamanan, jil-jil tahanan tempat pembius kimia kebodohan otak dan racun berjangkau hayat. 

Al-hasilnya, lahirlah pelanggara HAM pembunuhan harian, perorangan atau perkeluarga atau perkelompok. Kemudian, Thailand melepaskan issu “khadi suantua/hal/kes/kasus peribadi”, membayar harga mayat, membuat pertuduhan, tangkap bius-racun, dan tutupi dunia luar. 

Demikianlah sinario pelanggaran HAM oleh Thailand di Patani. Sebulan bulan Ramadan tahun 2018 sahaja hampir puluhan mangsa tembakan penembak gelap tertara/polisi Thailand. Perorangan dan berkelompok. Ustaz, orang awam dan kanakkanak. Menurut catatan “Insouthvoice”, 11 Juni 2018, menyatakan: dari tanggal 1 – 11 Juni mangsa tembakan penembak gelap Thai di 4 provinsi; Narathiwat, Jala, Patani dan 4 daerah dalam Sungkhla, jumlah mangsa yang meninggal 14 orang dan sakit cedera 6 orang. 

Bersabit perkara pelanggaran HAM, baik terhadap rakyat Palestin, masyarakat Rohingya, dan terhadap bangsa Melayu Muslin Patani, hukum HAM sulit dilaksanakan. Malahan, manusia yang menjadi mangsa pelanggaran HAM setiap hari menderita dan mengalami tekanan mental. Ada tiga elemen penting yang harus dikaji serius sebagai solusi penyelesaian hak asasi manusia (HAM). 

Secara yuridis ketiga-tiganya adalah, pelaku pelanggaran, mangsa pelanggaran, dan yurisprudensi (hukum) pelanggaran. Dalam perkara tersebut, pelaku pelanggaran HAM harus tidak dilindungi oleh kuasa vito, harus tidak berkaitan dengan perjanjian regional lainnya. 

Kedua, mangsa pelanggaran tidak boleh disamakan dengan gerombongan penjenayah, mereka adalah rakyat atau orang tidak berdosa atau mereka terjajah. 

Ketiga, yurisprudensi HAM harus dirancang secara pelembagaan regional dan disahkan bersama. Perbandingan yurisdiksi antara prinsip atau deklarasi negara atau dunia dan al-Qur’an. Maka al-Qur’an lebih prinsipil. 

Namun, kebanyakan umat Islam tidak mengambil berat kepeduliannya. Yurisprudensi HAM al-Qur’an pada prinsipnya, diberi peringatan awal-awal lagi bahawa “Manusia itu berbangsa-bangsa, bersuku kabilah, tujuan harus saling mengenali atau saling menghormati antara satu sama lain.Tetapi yang paling mulia di sisi Allah SWT adalah yang lebih bertaqwa”. 

Oleh karena pada umumnya hukum al-Qur’an universal dan mencakupi “Rahmat” seluruh alam, secara yuridis bebas dilaksana tanpa menunggu setuju atau tidak oleh mana-mana pihak. Hukum wajib diberlakukan apabila kewajiban nas telah nyata (bersifat nasional atau bersifat internasional), dan ijtihad tidak ada hak membatalkannya, melainkan menentapkan sifat sanksi hukuman berat atau ringan. 

Sehubungan pelanggaran HAM di wilayah Patani diutara Malaysia, HAM di Arakhan (Rohingya), dan HAM atas Palestin, ketiga-ketiganya tindakan hukum pertama adalah jihad qital. Sebagai alternative awal dan perintah Islam dalam menghadapi agresor dari kalangan kaum kuffar atau kaum yang menyengutukan Allah. 

Baru kemudian berupaya mencari solusi perdamaian. Kesimpulannya jihad adalah alternative awal solusi penyelesaian pelanggaran HAM. Jihad juga adalah yurisprudensi lembaga kehakiman secara nasional dan yurisprudensi lembaga komando jihad qital bagi setiap pelanggaran hak bangsa dan wilayah orang lain.



No comments:

Post a Comment