Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM), yang cukup
ketara sekarang adalah pelanggaran yang dilakukan oleh Israel, pelanggaran di
Myamar, dan pelanggaran di Thailand.
Adapun pelanggaran HAM oleh Israel di Palestina dan
Myamar di Arakhan (Rohingya) adalah sangat jelas di muka dunia.
Akan tetapi, pelanggaran HAM oleh Thailand di wilayah
bangsa Melayu, Patani tidak diketahui oleh kebanyakan masyarakat dunia. Walhal,
pelanggaran tersebut amat dahsyat, tersembunyi dan berulang-ulang.
Pelanggaran HAM oleh pemerintah Thailand terhadap bangsa Melayu di Patani, mulai semenjak kempin pencerubuhannya atas negara Patani tahun 1785 hingga kini tahun 2018.
Yang paling dahsyat adalah kempin kekerasan tentara dan
penghapusan etnik Melayu dengan halusi (tersembunyi).
Kempin kekerasan Thailand
atas bangsa Melayu Patani, dasar pokoknya dengan melalui taktik adu-domba. Di
mana masyarakat bangsa Melayu dikelompoknya kepada jenis-jenis mabuk yang
dibekali bahan-bahan mabuk tersebut oleh berbagai pihak, tentara, polisi dan
orang awam Thailand.
Dengan berlatar belakang 80-90 % remaja, pemuda-mudi, dan
orang mabuk yang bergerak aktif disemua sudut wilayah masyarakat Melayu, maka
secara psikologis, terdorong rasa ketakutan, kebimbangan, dan kenyataan
pencurian telah mewujudkan rasa lebih sentiment dalam hubungan sesama
masyarakat kampung.
Itulah motif Thailand memprogram memabukan (Dadah atau
Narkoba) di Patani.
Selagi pemuda dan pemudi yang tidak tercadu selama itulah
dianggap belum berhasil. Bertolak dari tersusunnya kelompok-kelompok bermacam
mabuk yang dipimpin, baik oleh tentara, oleh polisi dan oleh kumpulan samseng
lindungan pemerintah Thailand, maupun oleh kelompok mendiri disetiap kampung,
maka Thailand membentuk penembak gelap diantara mereka, yang disebutnya; “Ngu
Tik/ ular penggigit”.
Yang paling halus lagi dalam hubungan taktik patukan ular
ialah “Engeng Yawya/ bajek duit harga mayat”. Jadi, dengan perencanaan yang
matang dan jahat, Thailand telah dan sedang melakukan kempin “Melayu Islam
Patani pecah-belah, remaja pemuda mabuk, intelektual makan gaji upahan kerja
jajah, mengguna kan UU 44 tentang kesewenang-wenangan pihak keamanan, jil-jil
tahanan tempat pembius kimia kebodohan otak dan racun berjangkau hayat.
Al-hasilnya, lahirlah pelanggara HAM pembunuhan harian, perorangan atau
perkeluarga atau perkelompok. Kemudian, Thailand melepaskan issu “khadi
suantua/hal/kes/kasus peribadi”, membayar harga mayat, membuat pertuduhan,
tangkap bius-racun, dan tutupi dunia luar.
Demikianlah sinario pelanggaran HAM
oleh Thailand di Patani. Sebulan bulan Ramadan tahun 2018 sahaja hampir puluhan
mangsa tembakan penembak gelap tertara/polisi Thailand. Perorangan dan
berkelompok. Ustaz, orang awam dan kanakkanak. Menurut catatan “Insouthvoice”,
11 Juni 2018, menyatakan: dari tanggal 1 – 11 Juni mangsa tembakan penembak
gelap Thai di 4 provinsi; Narathiwat, Jala, Patani dan 4 daerah dalam Sungkhla,
jumlah mangsa yang meninggal 14 orang dan sakit cedera 6 orang.
Bersabit
perkara pelanggaran HAM, baik terhadap rakyat Palestin, masyarakat Rohingya,
dan terhadap bangsa Melayu Muslin Patani, hukum HAM sulit dilaksanakan.
Malahan, manusia yang menjadi mangsa pelanggaran HAM
setiap hari menderita dan mengalami tekanan mental. Ada tiga elemen penting
yang harus dikaji serius sebagai solusi penyelesaian hak asasi manusia (HAM).
Secara yuridis ketiga-tiganya adalah, pelaku pelanggaran, mangsa pelanggaran,
dan yurisprudensi (hukum) pelanggaran. Dalam perkara tersebut, pelaku
pelanggaran HAM harus tidak dilindungi oleh kuasa vito, harus tidak berkaitan
dengan perjanjian regional lainnya.
Kedua, mangsa pelanggaran tidak boleh
disamakan dengan gerombongan penjenayah, mereka adalah rakyat atau orang tidak
berdosa atau mereka terjajah.
Ketiga, yurisprudensi HAM harus dirancang secara
pelembagaan regional dan disahkan bersama. Perbandingan yurisdiksi antara
prinsip atau deklarasi negara atau dunia dan al-Qur’an. Maka al-Qur’an lebih
prinsipil.
Namun, kebanyakan umat Islam tidak mengambil berat kepeduliannya.
Yurisprudensi HAM al-Qur’an pada prinsipnya, diberi peringatan awal-awal lagi
bahawa “Manusia itu berbangsa-bangsa, bersuku kabilah, tujuan harus saling
mengenali atau saling menghormati antara satu sama lain.Tetapi yang paling mulia
di sisi Allah SWT adalah yang lebih bertaqwa”.
Oleh karena pada umumnya hukum
al-Qur’an universal dan mencakupi “Rahmat” seluruh alam, secara yuridis bebas
dilaksana tanpa menunggu setuju atau tidak oleh mana-mana pihak. Hukum wajib
diberlakukan apabila kewajiban nas telah nyata (bersifat nasional atau bersifat
internasional), dan ijtihad tidak ada hak membatalkannya, melainkan menentapkan
sifat sanksi hukuman berat atau ringan.
Sehubungan pelanggaran HAM di wilayah
Patani diutara Malaysia, HAM di Arakhan (Rohingya), dan HAM atas Palestin,
ketiga-ketiganya tindakan hukum pertama adalah jihad qital. Sebagai alternative
awal dan perintah Islam dalam menghadapi agresor dari kalangan kaum kuffar atau
kaum yang menyengutukan Allah.
Baru kemudian berupaya mencari solusi
perdamaian. Kesimpulannya jihad adalah alternative awal solusi penyelesaian
pelanggaran HAM. Jihad juga adalah yurisprudensi lembaga kehakiman secara
nasional dan yurisprudensi lembaga komando jihad qital bagi setiap pelanggaran
hak bangsa dan wilayah orang lain.
No comments:
Post a Comment